Ibu Hamil dan Menyusui, Qadha atau Fidyah?


Ibu hamil atau menyusui berat untuk menjalankan puasa. Mereka boleh meninggalkan puasa. Lalu, apakah mereka wajib mengqadha puasa atau membayar fidyah? Pertanyaan itu sering muncul ketika ibu sedang hamil atau menyusui, dan mereka sedang berada di bulan Ramadhan.

Para ulama berbeda pendapat terkait hal tersebut. Apakah ibu hamil atau menyusui wajib membayar fidyah atau tidak. Pertama, ada ulama yang mewajibkan mereka untuk mengqadha' dan membayar fidyah. Kedua, ada ulama yang berpendapat bahwa ibu hamil dan menyusui diwajibkan untuk membayar fidyah saja tanpa harus wajib mengqadha' puasa. Adapun pendapat ketiga, ada ulama yang mewajibkan ibu hamil dan menyusui untuk mengqadha' puasa saja, tanpa membayar fidyah.

Pendapat pertama. 
Wajib membayar fidyah serta mengqadha' puasa.

Pendapat ini terdapat beberapa penjelasan lebih lanjut. Bagi wanita hamil dan menyusui yang khawatir akan dirinya saja, ia hanya wajib untuk mengqadha' tanpa membayar fidyah.
Apabila mereka khawatir terhadap keadaan janin atau anaknya, maka dia wajib untuk mengqadha' dan membayar fidyah.
Kedua pendapat ini didasarkan pada Surah Al-Baqarah ayat 185, wanita yang hamil dan menyusui karena khawatir terhadap dirinya, dihukumi sebagaimana orang yang sakit. Bahwasanya berdasarkan Surah Al-Baqarah ayat 185, yaitu keumuman orang yang sakit, mereka diperintahkan untuk mengqadha puasa ketika mereka telah sembuh dari sakitnya atau telah mampu untuk mengganti puasa di hari lain di luar bulan Ramadan.
Adapun dalil tentang wajibnya membayar fidyah, didasarkan pada perkataan Ibnu Abbas berikut.
قَالَ ابْن عَبَّاسٍ رضي الله عنهما فِي قَوْلِهِ تَعَالَى ( وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍ ) : " كَانَتْ رُخْصَةً لِلشَّيْخِ الْكَبِيْرِ وَالْمَرْأَةِ الْكَبِيْرَةِ وَهُمَا يُطِيْقَانِ الصِّيَامِ ، يُفْطِرَانِ وَيُطْعِمَانِ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا ، وَالْمُرْضِعِ وَالحُبْلَى إِذَا خَافَتَا عَلَى أَوْلاَدِهِمَا أفطرتا وأطعمتا " (رواه أبو داود (2317) وصححه الألباني في إرواء الغليل4/18  

Ibnu Abbas berkata tentang Firman Allah swt "dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin."(Al-Baqarah 184), Ini adalah rukhsah bagi orang yang sangat tua baik laki-laki maupun perempuan dan keduanya berat menjalankan puasa, baginya berbuka (tidak menjalankan puasa) dan memberi makan kepada orang miskin. Adapun wanita yang menyusui dan wanita hamil, jika takut terhadap anak-anaknya, maka keduanya berbuka dan memberi makan." (HR. Abu Dawud 2317 dan disahihkan oleh Syaikh Albani dalam Irwa'ul Ghalil, 4/18).

Di dalam footnote terjemah Al-Qur'an yang diterbitkan oleh Kementrian Agama tentang orang yang berat menjalankannya yaitu orang yang sakit berat, orang yang sangat tua, orang yang hamil dan menyusui.

Ibnu Qudamah berkata, "Apabila keduanya khawatir akan dirinya saja, maka dia berbuka, dan hanya wajib untuk mengqadha'. Dalam masalah ini kami tidak mengetahui adanya khilaf di antara ahlul ilmi, karena keduanya seperti orang sakit yang takut akan dirinya. Namun, jika keduanya takut terhadap anaknya, maka dia berbuka dan wajib untuk mengqadha' dan memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari. Inilah yang diriwayatkan dari Ibnu Umar dan yang masyhur dari mazhab Syafi'i (Al-Mughni 3/139)

Pendapat kedua, 
Wajib membayar fidyah, tidak wajib mengqadha'
 
Pendapat ini merupakan pendapat yang disampaikan oleh Ishaq bin Rahawaih, berdasarkan dalil dari hadis yang diriwayatkan dari Anas.
إِنَّ اللهَ وَضَعَ الصِّيَامَ عَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ (رواه الخمسة ). ـ

"Sesungguhnya Allah menggugurkan puasa dari wanita hamil dan wanita yang menyusui." (HR. Lima ahli hadis).
Dengan menambahkan pada pendapat Ibnu Abbas, bahwa wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anaknya, maka ia berbuka dan memberi makan. Adapun Ibnu Abbas tidak menyebutkan adanya kewajiban mengqadha, hanya kewajiban memberi makan saja yang disebutkan. 

Pendapat ketiga, 
Wajib mengqadha' saja tanpa membayar fidyah.

Kewajiban mengqadha' ini didasarkan dalil bahwa keduanya seperti keadaan orang yang sakit dan seorang yang bepergian. Menurut pendapat ini, perkataan Ibnu Abbas yang tidak menyebutkan untuk mengqadha, dikarenakan mengqadha' puasa memang sudah menjadi keharusan, atau sudah maklum, sehingga tidak perlu untuk disebutkan oleh Ibnu Abbas.
Adapun hadis dari Anas di atas, dijelaskan bahwa gugurnya kewajiban berpuasa hanya ada pada bulan Ramadhan, akan tetapi wajib bagi mereka untuk menggantinya pada hari yang lain. Pendapat ini juga dianut oleh mazhab Hanafi maupun pendapat Hasan Basri dan Ibrahim An-Nakha'i yang mengatakan bahwa wanita menyusui dan hamil, jika takut terhadap dirinya atau anaknya, maka keduanya berbuka (tidak berpuasa pada bulan Ramadan) dan mengqadha' pada hari yang lain (Riwayat dkeluarkan oleh Bukhari dalam kitab Sahihnya).

Menurut Syaikh Utsaimin, pendapat yang ketiga ini merupakan pendapat yang paling kuat. Hal ini didasarkan pada hadis Anas bin Malik Al-Ka'bi bahwa Rasulullah saw telah bersabda.

إِنَّ اللهَ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاَةِ وَ عَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ (رواه الخمسة )ـ

"Sesungguhnya Allah telah menggugurkan dari musafir setengah salat, dan dari musafir dan wanita hamil atau menyusui dalam hal puasa." (HR. Lima ahli Hadis dan lafal milik Ibnu Majah, Hadis ini sahih). Akan tetapi wajib baginya untuk mengqadha dari hariyang dia tinggalkan ketika itu mudah baginya dan telah hilang rasa takut, seperti roang sakit yang telah sembuh.

Wallahi a'lam bish-shawab





Share this article :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Ibu Hamil dan Menyusui, Qadha atau Fidyah?"

Terima Kasih Sudah Berkomentar
 
Template By. Kunci Dunia
Back To Top